Selasa, 07 Juli 2009

MEMILIH PEMIMPIN

Dini hari ini rabu 8 Juli 2009, ketika aku bareng-bareng sama Anggota Kelompok Pelaksana Pemungutan Suara di TPS 2 Desa Kesenet Kecamatan Banjarmangu Kab. Banjarnegara sedang bersiap diri untuk melaksanakan Pemungutan Suara Pilpres 2009. Aku kembali teringat ketika tahun 1987, 22 tahun yang lalu pertama kali terdaftar sebagai pemilih pemula dalam Pemilihan Umum. Saat itu aku memilih hanya berdasarkan ikut-ikutan, tanpa dasar pertimbangan apapun. Aku pilih partai A karena ortuku saat itu dipercaya warga menjadi penggede Desa. Pilihan seperti itu tetap berjalan sampai dua periode Pemilu berikutnya. Terus terang aku katakan, sebenarnya hati nuraniku menentang pilihan yang kutetapkan.
Periode berikutnya aku sudah ditunjuk untuk menjadi anggota Panitia Pelaksana Pemungutan Suara. Tanggungjawab yang kuemban saat menjadi anggota Panitia sangatlah berat. Bagaimana tidak? Hati nuraniku mengatakan untuk mensukseskan Partai C, padalah sebagai wujud rasa tanggung jawab, aku harus mensukseskan Pemilu agar benar - benar Jujur dan Adil (Jurdil). Akhirnya aku harus mengalahkan emosiku. Aku harus dapat mensukseskan Pemilu agar berjalan dengan benar, jangan sampai ada yang merasa dirugikan.
Setelah sekian lama aku menjadi Anggota KPPS, muncul brbagai pertanyaan di pikiranku, benarkah apa yang aku lakukan selama ini telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada, sementara aku sering mendengar, pasca kegiatan Pemilu banyak sekali kecurangan - kecurangan yang diberitakan lewat media massa baik cetak maupun elektronik. Siapa sebenarnya yang berbuat curang ? KPPS, PPS, PPK, KPU atau Penguasa ?
Pertanyaan - pertanyaan seperti itu kutepis bersama harapan positif untuk masa depan bangsa dan negaraku.
Pada akhirnya aku hanya dapat membuat kesimpulan yang bersifat analogi, setiap orang yang memiliki cita - cita, tak pernah berharap cita-citanya kandas di tengah jalan. Dengan cara apapun akan berusaha agar cita-citanya dapat diraih, dengan cara apapun. Kesimpulan analogiku bukan tanpa dasar. sekedar untuk berbagi pengalaman, aku pernah menjadi Panitia Pemungutan Suara Pemilihan Kepala Desa dan Pemilihan Kepala Daerah. Suasana yang terjadi saat menjelang dan pasca pemilihan tersebut tidaklah jauh berbeda. Seorang Calon Kepala Desa yang hanya memperebutkan jabatan setinggi itu, apalagi hanya akan mendapatkan jerih lelah yang tidak seberapa hanya bengkok beberapa bau dan tunjangan yang besarnya Rp. 600.000,- berani mengorbankan apapun dan berbuat apapun. Apalagi perebutan jabatan nomor wahid di negara, yang akan menerima tunjangan ratusan juta?
Sungguh, tokoh-tokoh bangsa kita yang berebut kekuasaan sudah tidak lagi berpikir bagimana mensejahterakan rakyat, bagaimana membuka peluang kerja bagi jutaan pengangguran yang ada di negara kita. AKU MAU PILIH SIAPA?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar